Semut

Minggu, 12 Agustus 2012

La Galigo


La Galigo ? apaan tuh ? 

hehehe..... pada penasaran ya ?? La Galigo atau Sureq Galigo itu adalah seorang epik mitos dari peradaban Bugis di Sulawesi Selatan yang ditulis pada abad ke-13 sampai abad ke-15 dalam bentuk puisi bahasa Bugis kuno atau huruf Lontara Bugis. Puisi ini terdiri dalam sajak 5 dan selain menceritakan asal-usul manusia, digunakan juga sebagai almanak praktis.

Versi tertulis hikayat ini paling awal diawetkan pada abad ke-18, dimana versi sebelumnya telah hilang akibat serangga, iklim, atau perusakan. Akibatnya tidak ada versi yang pasti. Namun bagian-bagian yang telah diawetkan berjumlah 6000 halaman atau sekitar 300000 baris teks, membuatnya menjadi karya sastra terbesar. Epik ini bercerita tentang Sawerigading, seorang pahlawan yang gagah berani dan juga perantau.

La Galigo sebenarnya bukanlah teks sejarah, karena isinya penuh dengan mitos dan peristiwa yang luar biasa. Namun demikian, epik ini telah memberikan gambaran kepada sejarawan mengenai kebudayaan bugis sebelum abad ke-14.

Versi bahasa Bugis Galigo sekarang hanya dipahami oleh kurang dari 100 orang. Sejauh ini hanya dapat dibaca dalam bahasa Bugis aslinya. Hanya sebagian saja dari Galigo yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan tidak ada versi lengkapnya dalam bahasa Inggris yang tersedia. Sebagian manuskrip La Galigo dapat ditemui di perpustakaan-perpustakaan di Eropa, terutama di Perpustakaan Koninklijk Instituut Voor Taal- Land- en Volkenkunde (Eh..... bacanya yang bener ya !!). Terdapat juga 600 muka surat tentang epik ini di Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan dan Tenggara, dan jumlah muka surat yang tersimpan di Eropa dan di yayasan ini adalah 6000, tidak termasuk simpanan pribadi pemilik lain.

Salinan Sureq Galigo

Cerita berawal dari bumi yang masih kosong setelah diciptakan. Kemudian Raja di langit yang bernama La Patiganna mengadakan suatu musyawarah keluarga dari beberapa kerajaan termasuk Senrijawa dan Peretiwi dan membuat keputusan untuk menjadikan anak lelakinya yang tertua bernama La Toge' Langi' menjadi raja alengkawa (bumi) serta memakai gelar Batara Guru.

La Toge' Langi' kemudian menikah dengan sepupunya sendiri yang bernama We Nyili'tomo anak dari Guru ri Selleng raja alam ghaib. Tapi sebelum menjadi raja alengkawa, Batara Guru harus menjalani ujian selama 40 hari, 40 malam. Kemudian Batara Guru turun ke bumi di daerah Ussu', sebuah daerah di Luwu' (sekarang menjadi wilayah Luwu' Timur dan terletak di Teluk Bone).


Batara Guru kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama La Tiuleng yang memakai gelar Batara Lattu'. Kemudian La Tiuleng memiliki 2 orang anak kembar yang memiliki nama Lawe / La Ma'dukelleng atau Sawerigading (laki-laki) dan We Tenriyabeng (perempuan). Ke dua anak kembar tersebut tidak dibesarkan secara bersamaan.


Setelah dewasa, Sawerigading ingin menikahi We Tenriyabeng karena ia tidak tahu kalau We Tenriyabeng adalah saudara kembarnya, dan ketika ia tahu bahwa We Tenriyabeng adalah saudaranya, Sawerigading meninggalkan Luwu' dan bersumpak untuk tidak kembali lagi. Sawerigading pergi ke Kerajaan Tiongkok, dan ia menikahi seorang puteri bernama We Cudai.


Sawerigading dan We Cudai dianugerahi seorang keturunan bernama I La Galigo yang bergelar Datunna Kelling dan mewarisi sifat ayahnya menjadi kapten kapal, seorang perantau, dan pahlawan mahir serta tiada bandingnya. I La Galigo memiliki 4 orang istri yang berasal dari berbagai negeri. I La Galigo hanya memiliki 1 orang anak saja yang bernama La Tenritatta yang dinobatkan di Luwu'.


Saat saya berlibur ke Makassar, saya sempat mengunjungi Benteng Fort Rotterdam dan di sana terdapat sebuah museum dengan nama La Galigo. Saya sempat heran dan penasaran dengan nama yang diberikan, tetapi kemudian saya mengerti dari sebuah penjelasan mengenai La Galigo dan sejarahnya.

Isi dari museum La Galigo tersebut bermacam-macam seperti sejarah manusia, replika mahkota Raja Luwu' senjata tradisional dan senjata orang Belanda, serta replika-replika perahu phinisi. Dan ada juga lukisan pejuang Indonesia dari Sulawesi beserta lukisan para Gubernur Sulawesi Selatan.

Oh, iya sobat blogger.... saya hampir lupa nih, tau gak ? kalau Benteng Fort Rotterdam itu punya keunikan lho... selain karena didirikan di tepi pantai, Benteng Fort Rottedam Juga berbentuk seperti kura-kura apabila dilihat dari atas, unik ya...

Nah, sekian dulu informasi yang bisa saya sampaikan.... kalau soal Benteng Fort Rotterdamnya sendiri akan saya bahas dalam postingan selanjutnya.

~aye-aye~



1 komentar:

  1. La Galigo adalah karya sastra bugis terpanjang dan terbesar di dunia yang setara dengan kitab Mahabharata dan Ramayana dari India serta sajak-sajak Homerus dari Yunani, ungkap R.A, Kern. Bahkan, tidak tanggung-tanggung, sejarawan dan ilmuwan Belanda, Sirtjof Koolhof, menyebutnya sebagai karya sastra terpanjang di dunia, terdiri dari 300.000 baris, mengalahkan Mahabharata dan yang lainnya. Bagi yang membutuhkan silahkan kunjungi lapak kami https://www.bukalapak.com/p/buku/sastra/7dau4-jual-buku-i-la-galigo-ra-kern

    BalasHapus